Hukum Merayakan Maulid Menurut Ulama-Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. yang masyhur di Aceh dengan istilah “Mauled” ialah kegiatan mengingat, menghayati dan memuliakan kelahiran Rasulullah Saw.. Di Aceh khususnya, dan di dunia pada umumnya, kegiatan peringatan maulid ini telah dilaksanakan secara turun temurun, dan sudah menjadi tradisi masyarakat pada setiap bulan Rabiul Awal, namun di sisi lain, ada kalangan yang menentang pelaksanaan maulid dengan pelbagai alasan, misalnya menuding bahwa maulid termasuk dalam perbuatan bid’ah
yang sesat dan dilarang agama. Karena itu, disini kami ketengahkan
permasalahan maulid kepada pembaca untuk membuktikan bahwa maulid yang
dilaksanakan di Aceh khususnya dan dunia pada umumnya memiliki dasar
hukum dan pondasi yang kuat.
· Hukum Merayakan Maulid Menurut Ulama.
Permasalahan
Maulid tidak hanya dibahas di masa kita sekarang, tetapi ulama-ulama
masa lampau sudah membahasnya secara panjang lebar, dan mayoritas ulama Ahlussunnah wal Jama’ah menampakkan sikap dukungannya terhadap perayaan maulid Nabi tercinta, maka disini kami sampaikan beberapa komentar Ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah mengenai hukum pelaksanaan maulid.
Tersebut dalam fatawi al-Hafidz as-Sayuthi[1] pada bab walimah[2],
bahwa beliau ditanyakan tentang perayaan maulid Nabi Saw. pada bulan
rabiul awal, apa hukumnya menurut syariat, apakah hal itu terpuji atau
tercela, dan apakah yang merayakannya dapat pahala atau tidak.
Beliau
menjawab, menurut saya asal maulid Nabi yang dirayakan dengan berkumpul
masyarakat, dan dalam acara itu mereka membaca beberapa ayat-ayat
al-Quran, kisah-kisah kebesaran Nabi, dan hal-hal yang terjadi pada hari
kelahiran nabi, kemudian dihidangkan makanan, kemudian mereka pulang
bersama-sama setelah menikmatinya, adalah bid’ah hasanah[3]
yang pelakunya diberikan pahala, karena perayaan itu bertujuan
mengagungkan Rasulullah Saw. Juga menampakkan kegembiraan atas lahirnya
penghulu alam yang mulia.[4]
Mengenai perayaan maulid nabi, telah dijelaskan pula secara panjang lebar oleh Syaikhu a-Islam di tanah haram, beliau ialah Junjungan dan guru kita, al-Arif bi rabbihi, al-Mannan as-Sayyid, Ahmad bin Zainiy dahlan[5] dalam “Sirah an-Nabawiyah”. semoga Allah Swt. Meridhai beliau dan merahmati kita dengan hidup beliau. Berikut penjelasannya:
“(Faedah).
Telah menjadi suatu budaya bahwa Ummat islam berdiri ketika mendengar
Zikir-zikir tentang Rasulullah Saw. sebagai tanda menghormatinya, hal ini sangat terpuji karena bertujuan menghormati Rasulullah Saw.. Sungguh para Ulama ikutan kita juga melakukannya. Syaikh al-Halabiy[6] dalam “as-Sirah” meriwayatkan kisah dari seorang Ulama bahwa Imam as-Subkiy[7]
pernah berkumpul bersama ulama-ulama lain yang semasa dengannya, saat
itu ada seorang Penasyid yang melantunkan syair al-Sharshariy tentang
pujian kepada Nabi Saw. sebagai berikut:
قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب * على ورق من خط أحسن من كتب
وأن تنهض الأشراف عند سماعه * قياماً صفوفاً أو جثياً على الركب
Ku goreskan tinta emas tuk memuji Mustafa
dengan tulisan terindah dari tulisan lainnya.
Semoga dapat menggugah para pendengarnya
Semua berdiri untuk nabi yang sangat mulia.
dengan tulisan terindah dari tulisan lainnya.
Semoga dapat menggugah para pendengarnya
Semua berdiri untuk nabi yang sangat mulia.
Saat
itu Imam as-Subki berdiri untuk memuliakan Rasulullah Saw., dan
kemudian semua ulama yang hadir pun bangun mengikutinya, sehingga
terlihat suasana sangat indah di Majlis tempat berkumpul para Ulama
sekaliber Imam al-Subki tersebut.[8] Merayakan Maulid dan berkumpul masyarakat untuk merayakannya seperti demikian sangat baik.
Imam Abu Syamah[9] (gurunya Imam al-Nawawi[10]) menegaskan “Sebaik-baik bid’ah
pada masa kita ialah apa yang dikerjakan tiap tahun yang bertepatan
dengan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. yang dirayakan dengan
bersedekah, berbuat baik kepada sesama dan menampakkan kegembiraan atas
datangnya Nabi Mustafa. Selain bermurah hati dengan fakir, perayaan itu
juga mengandung makna cinta kepada Nabi Saw., ta’zhim kepada Nabi
dari dalam hati, dan syukur terhadap rahmat Ilahi yang telah mengutus
Rasulullah Saw. sebagai rahmat bagi sekalian alam.”[11]
Syaikh al-Hafidz as-Sakhawi[12]
mengutarakan, “sesungguhnya maulid dilaksanakan pertama sekali pada
kurun ke tiga, kemudian setelah itu ummat islam di seluruh daerah dan
kota-kota besar selalu merayakan maulid, mereka memperbanyak sedekah di
malam maulid, mereka juga antusias membaca sirah tentang kelahiran Nabi
yang mulia. Banyak limpahan rahmat atas mereka dengan berkat Rasul
mustafa.”[13]
Berkata Ibnu aj-Jauzi[14],
“sebagian dari keistimewaan maulid ialah bahwa pada tahun itu ummat
dalam keadaan aman dan mereka bergembira karena akan tercapainya
cita-cita. Aj-Jauzi melanjutkan, dari kalangan Raja-raja, yang pertama merayakan maulid ialah Raja al-Muzhaffar alias Abu Sa’id[15] yang merupakan Raja Negeri “Irbil”. Al-Hafizh Ibnu Dihyah[16] (yang datang dari Maroko) mengarang sebuah kitab untuk Raja yang berjudul “at-Tanwir fi Maulidi al-Basyir an-Nazir”, Raja menghargainya dengan memberikan hadiah uang sebesar seribu dinar. Pemimpin “Irbil”
yang cendikia, pemberani, pahlawan, cerdik, berilmu dan adil ini
merayakan maulid dengan sangat meriah pada bulan Rabiul Awwal. Beliau menjabat sebagai raja hingga wafat. Al-Muzhaffar juga punya jasa besar dalam perang eropa yang dahsyat di kota ‘Aka pada tahun 630 H[17]. Sungguh seorang raja yang mulia Dunia dan akhirat Insya Allah.[18]
Cucu Ibnu al-jauzi dalam “Mira-atu az-Zaman”, menceritakan dari salah seorang yang pernah menghadiri perayaan Malik al-Muzhaffar bahwa dalam perayaan tersebut disediakan lima ribu kepala kambing panggang, dan sepuluh ribu ayam, juga tersedia seratus ribu mangkuk makanan, dan snack sebanyak tiga puluh ribu piring. Acara itu dihadiri oleh Ulama-ulama besar dan ulama-ulama sufi. Lalu beliau memberikan hadiah kepada mereka. Setiap tahunnya Raja mengeluarkan dana tiga ratus ribu dinar untuk maulid Sayyidul Ambiya.[19]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani[20] berpendapat bahwa perayaan maulid sandarannya hadits yang sebut dalam Shahihain (Sahih Bukhari dan Muslem):
أن
النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء
فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى ونحن نصومه شكرا فقال
نحن أولى بموسى منكم
Artinya:
“Bahwasanya Nabi Saw. Mendatangi madinah, beliau bertemu dengan para
yahudi yang berpuasa pada hari Asyura, maka Beliau menanyakan kepada
mereka tentang hal itu, mereka menjawab, “Hari
asyura ialah hari dimana Allah menenggelamkan fir’aun, dan memenangkan
musa As., karena itu hari ini kami puasa sebagai tanda syukur”. Rasulullah Saw. menjawab, “kami lebih pantas terhadap musa As. daripada kalian”.[21]
Hadits
ini menunjukkan kebolehan memperingati hari bersejarah jika bertujuan
syukur kepada Allah Swt. selain itu, Abu lahab diringankan azabnya pada
hari senin karena memerdekakan Tsuwaibah lantaran gembiranya dengan kelahiran Rasul Mustafa Saw.. Al-Abbas bin Abdu al-Muththalib melihat dalam mimpinya bahwa Abu lahab dideruskan air yang keluar dari jari nabi Muhammad Saw.. Mengenai hal ini, Hafidz Syam (Siria) yaitu Syamsuddin Muhammad bin Nashir Rahimahullahu berkata:
إذا كان هذا كافرا جاء ذمه * وتبت يداه في الجحيم مخلدا
أتى أنه في يوم الإثنين دائما * يخفف عنه للسرور بأحمد
فما الظن بالعبد الذي كان عمره * بأحمد مسرورا ومات موحدا
Apabila kafir ini celaka,
Tangannya dibelenggu dalam neraka
Namun pada hari senin diringankan azabnya,
Karena atas musatafa ia bergembira
Lalu bagaimana dengan hamba yang mulia,
Yang sepanjang umurnya bergembira
Atas kedatangan mustafa ke jagad raya,
Kemudian Ia mati dengan tauhid di dada[22]
Masih mengenai dalil
maulid, Imam as-Sayuthi mendasari perayaan maulid dengan hadits riwayat
al-Baihaqi bahwasanya nabi menyembelih aqiqah untuk dirinya setelah
kenabian padahal kakeknya Abdul muththalib telah beraqiqah untuk nabi
Saw. pada hari ketujuh setelah kelahirannya. Menurut as-Sayuthi ini
menunjukkan bahwa sembelihan yang dilakukan nabi bertujuan syukur kepada
Allah Swt. yang telah mengutus Rasul Saw. sebagai rahmat bagi sekalian
Alam dan sebagai pembawa syariat kepada ummatnya sebagaimana beliau juga
bershalawat bagi dirinya karena tujuan tersebut. Maka disunatkan bagi ummat Muhammad Saw. mengungkapkan rasa syukur atas kelahirannya dengan berkumpul dan bersedekah atau dengan pelbagai ibadah dan semua kegiatan yang menampakkan kegembiraan.[23]
Hadits diatas juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani sebagai berikut:
حدثنا احمد قال حدثنا الهيتم قال حدثنا عبد الله عن ثمامة عن أنس ؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن نفسه بعدما بعث نبيا
Artinya: Dari Anas Ra. Bahwa sesungguhnya Nabi Saw. meng-aqiqah daripada dirinya setelah beliau diutus menjadi Nabi.
· Pujian Ulama terhadap perayaan Maulid.
Dari penjelasan di atas
dapat kita pahami bahwa begitu banyak ulama besar yang mendukung
pelaksanaan maulid, ini sudah cukup menjadi bukti kebenaran dan
ke-shahih-an merayakan maulid, namun di bawah
ini kami sajikan pujian beberapa ulama besar tentang perayaan maulid
agar dapat memotivasi kita untuk melaksanakan maulid lebih meriah dari
biasanya, karena acapkali pesta Ultah kita laksanakan lebih meriah
daripada acara Maulid Khairil Anam, wa sayyidil Mursalin. Berikut pernyataan Ulama ikutan kita:
- Al-Hasan al-Bashri[24] Qaddasallahu sirrahu:
“Andaikan aku punya emas sebesar gunung Uhud, sungguh aku sumbangkan untuk pelaksanaan maulid Rasulullah Saw.”[25]
- Al-Junaid al-Baghdadiy[26] Rahimahullah:
“Barangsiapa menghadiri Maulid Nabi Saw. Dan mengagungkan Rasul Saw. Sungguh ia mendapat kemenangan dengan iman.”[27]
- Al-Ma’ruf al-Karkhiy[28] Qaddasallahu sirrahu:
“Barangsiapa
menyediakan makanan untuk acara baca Zikir maulid Nabi Saw, mengajak
kawan-kawan (untuk merayakannya), menghidupkan lentera
(untuk acara tersebut), memakai baju baru (untuk menghadiri acara),
memakai wangi-wangian, dan berpenampilan bagus untuk mengagungkan maulid
Nabi Saw., niscaya Allah Saw. Akan megumpulkannya di hari kiamat
bersama pada Nabi, dan dimasukkan dalam syurga yang paling tinggi.
Dan barangsiapa membaca Zikir maulid diatas koin (mata uang) perak atau
emas kemudian mencampurkannya dengan koin-koin yang lain, maka koin –
koin tersebut akan diberkahi, dan pemiliknya Insya Allah akan selalu
berkecukupan, tangannya tidak akan kosong (dari rizki) dengan berkat
Maulid Rasulullah Saw.”[29]
- Al-Imam al-Yafi’i al-Yamani[30] Rahimahullah:
“Barangsiapa
yang mengumpulkan kawan-kawannya untuk maulid nabi, menyediakan
makanan, menghias tempat pelaksanaan maulid, berbuat kebaikan, dan
menjadi penggerak zikir Maulid Rasul, niscaya Allah akan
membangkitkannya bersama pada hari kiamat bersama pada “Shiddiqin”, orang-orang syahid, dan orang – orang shalih, dan ia akan dimasukkan ke surga an-Na’im.”[31]
- As-Sari as-Saqatiy[32] Rahimahullah:
“Barangsiapa yang berniat menghadiri majlis tempat dibaca Zikir Maulid Nabi Saw., maka ia telah menuju satu kebun dari kebun – kebun syurga, karena sesungguhnya ia menghadiri
tempat itu atas kecintaannya kepada Nabi Saw, sedangkan Nabi Saw.
Pernah berkata, “Barangsiapa mencintaiku, ia akan bersamaku dalam
Surga”.[33]
- Sultanul ‘Arifin, Jalaluddin as-Sayuthi dalam kitabnya “al-Wasa-il fi Syarhi asy-Syama-il”:
Setiap Rumah, masjid atau tempat yang di dalamnya dibacakan Zikir maulid Nabi Saw., rumah itu akan dikelilingi oleh malaikat dan dipenuhi rahmat serta cahaya. Malaikat yang mengelilingi tempat-tempat itu ialah: “Jibril As., Mika-il As., Israfil As., Qarba-il As., Aina-il As., ash-Shafun As., al-Hafun As., al-Karubiyun As.”. Mereka berdo’a kepada orang-orang yang menjadi penggerak acara baca Zikir Nabi Saw.
As-Sayuthi juga berkata “setiap rumah yang di dalamnya dibacakan
Maulid nabi, akan dijauhkan penghuninya dari kemarau, wabah, kebakaran,
penyakit, bala, kesukaran, kemarahan, dengki, pandangan buruk, dan
pengintaian. Apabila penghuni rumah tersebut meninggal, maka akan
dimudahkan oleh Allah Swt. dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan Nakir,
dan ia akan di tempatkan pada “maq’ada shidqin” (tempat duduk orang-orang baik/benar) disisi “malik Muqtadir” (Allah Swt.)”.
· Cerita tentang Keberkahan Maulid.
Diceritakan bahwa pada masa Harun ar-Rasyid ada seorang pemuda di Bashrah yang hidupnya sangat boros. Semua orang menatapnya dengan sinis karena kelakuannya yang tidak baik, namun apabila datang Bulan rabiul Awal, ia selalu mencuci pakaiannya, memakai parfum dan berpenampilan indah, serta membuat acara Maulid Nabi Saw.. Pemuda
ini selalu melakukan seperti itu hingga ia wafat. Pada hari kematiannya
masyarakat di tempat ia tinggal mendengar suara misterius; “Wahai penduduk Bashrah....! Hadirilah dan saksikanlah jenazah seorang wali dari Wali-wali Allah, Sesungguhnya Ia sangat mulia”. Maka masyarakat Bashrah
menghadiri jenazah pemuda itu hingga ia dikembumikan. Masyarakat
Bashrah juga melihat pemuda itu dalam mimpi, dia berpakaian dengan
sutera yang begitu indah, ketika ditanyakan kepadanya “Dengan apa kamu capai kelebihan ini?”, ia pun menjawab “Dengan mengagungkan Maulid Nabi Saw.”[34]. Subhanallah.........
Diceritakan
bahwa pada masa Khalifah Abdul Malik Ibn Marwan ada seorang pemuda
tampan yang selalu berjalan-jalan dengan Kudanya. Suatu hari ketika ia
berada diatas punggung kuda jantannya, tiba-tiba sang kuda berlari
sangat cepat melewati jalan-jalan sempit negeri syam,
sang pemuda tidak mampu mengendalikan kudanya, ia terus berlari menuju
arah rumah sang Khalifah hingga menabrak anak sang Khalifah sampai mati
lantaran anak itu juga tidak sanggup menghentikan kuda jantan si pemuda.
Berita tentang kejadian itu pun langsung sampai kepada sang Khalifah,
ia segera memerintahkan agar pemuda itu ditangkap. Namun saat pemuda itu
dibawa dan hampir sampai untuk menghadap khalifah, terbersit dalam
hatinya “Jika Allah Swt. melepaskan aku, akan hamba rayakan maulid Nabi
Saw. dengan sangat meriah dan pada acara itu akan dibacakan Zikir Maulid
Nabi Saw”. Ketika pemuda sampai kehadapan sang Khalifah, terjadilah hal
yang tidak disangka, khalifah langsung tersenyum padahal sebelumnya
sang khalifah sangat marah. Amirul mukminin pun bertanya, “Wahai pemuda,
apakah engkau ahli sihir?”, “tidak wahai Amirul Mukminin, demi Allah
tidak”. Jawab sang pemuda. “Baiklah aku melepaskanmu, tapi katakan
padaku apa yang engkau telah ucapkan (agar Allah melepaskanmu dari
bahaya ini)”, lanjut sang Khalifah. aku hanya berucap “Jika Allah
melepaskanku dari maslah besar ini, maka aku akan membuat acara maulid
Nabi Saw dengan sangat meriah.”, Khalifah pun berkata, “baiklah aku
lepaskan kamu, dan ini seribu dinar utuk Maulid Nabi Saw.”. Engkau
terbebas dari darah anakku, maka sang pemuda keluar dari hadapan
Khalifah, ia dimaafkan dari hukuman, malah ia mendapat seribu dinar atas
keberkatan Maulid Nabi Saw[35]. Subhanallah...........
(Sebahagian besar penjelasan diatas adalah penjelasan Syaikh Zaini dahlan yang Dinukil oleh redaksi dari Kitab: I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 363-365, Cet. Toha Putra semarang)
[1]
Gelar lengkapnya Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin
Sabiquddin, Jalaluddin al-Mishri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari.
Beliau dilahirkan di wilayah Asyuth sesudah magrib pada malam ahad,
bulan Rajab 849 H.
[2] Walimah berarti kenduri atau pesta.
[3] Pembaruan yang baik (pembaruan yang selaras dengan syariat).
[4]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 363, Toha Putra.
[5]
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan adalah merupakan seorang Syeikhul Islam,
Mufti Haramain dan Pembela Ahlus Sunnah Wal Jama`ah. Berasal dari nasab
yang mulia, ahlul bait Rasulullah melalui keturunan Sayyiduna Hasan,
cucu kesayangan Rasulullah Saw.. Beliau lahir di Makkah pada
1232H/1816M.
[6] Al-Imam 'Ali bin Burnahuddin al-Halabiy
[7]
Syaikh Taqiyuddin As-Subki, atau yang lebih dikenal dengan Imam
As-Subki adalah ulama yang menjadi rujukan umat islam pada jamannya.
Beliua lahir di tahun 683 hijriyah (1284 M) di Al-Manufiyyah. Nama
lengkapnya adalah ‘Ali Bin ‘Abdul Kafi Bin ‘Adi Bin Tamam as-Subki
al-Anshari al-Khazraji Abu al-Hasan Taqiyuddin. Ayahnya, seorang hakim
bernama Zainuddin.
[8] As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 363-364, Toha Putra.
[9] Abu syamah (gurunya Imam an-Nawawi) seorang ulama besar yang lahir pada tahun 599 H.
[11]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[12]Beliau
bernama lengkap Al-Imam al-Hafidz Muhammad bin Abdurrahman al-Qahiriy,
dikenal dengan nama al-Imam As-Sakhawiy, murid al-Hafizh Ibnu Hajar
al-Asqalani. Beliau lahir pada tahun 831 H
[13]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[14]
Nama lengkap beliau adalah ‘Abdurrahman bin Abil Hasan ‘Ali bin
Muhammad bin ‘Ubaidillah al-Qurasyi. Kakeknya terkenal dengan sebutan
Ibnul Jauzi (anak kelapa), karena kelapa yang ia miliki di Wasith, di
mana di sana sama sekali tidak ada kelapa selain milik beliau. Beliau
lahir pada tahun 510 H.
[15]
Al-Muzhafar Abu Sai’d yang bernama lengkap Muzhaffaruddin al-Kaukabri
lahir pada tahun 549 H.. beliau merupakan adik ipar panglima besar
perang salib, Shalahuddin al-Ayyubi yang lahir pada tahun 532 H.
[17] al-Muzhaffar
ditugaskan oleh anak Salahuddin al-Ayyubi bersama satu batalion pasukan
untuk menyerang kota ‘Aka. Mereka lalu bergerak pada malam hari. Mereka
memasuki Shafuriyah pada akhir bulan Shafar. Tentara Eropa yang terdiri
dari para ksatria dan pasukan berkuda mengejar mereka, sampai akhirnya
kedua pasukan bertemu di sana dan pecahlah pertempuran yang sangat
dahsyat. Lalu Allah Swt. memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin, dan
tentara Eropa dikalahkan.
[18]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[19]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[20]
Nama lengkap beliau Syihabuddin Abu al-Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad
bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar al-Kinani al-Asqalani
asy-Syafi’i al-Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar dan
gelarnya Al Hafizh.
Adapun penyebutan al-Asqalani adalah nisbat kepada Asqalan, sebuah kota
yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah. Beliau dilahirkan
pada tanggal 12 Sya'ban 773 H. di Mesir.
[21]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[22]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[23] As-Sayuthi, Al-Hawi li al-Fatawi, juz. I, Hal. 188, al-Maktabah al-Syamilah
[24]
Al-Hasan bin Yasar-dikatakan juga Al-Hasan bin Abil Hasan- Abu Sa’id
Al-Bashri, Imam Ulama Sufi. Beliau dilahirkan pada tahun terakhir dari
masa kekhalifahan ‘Umar bin Al-Khaththab (tahun 21 H). Asal keluarganya
sebenarnya dari Sabi Misan, suatu desa yang terletak antara Bashrah dan
Wasith. Namun kemudian mereka pindah ke Madinah. Ayahnya bernama Yasar.
Seorang budak yg ditangkap di Maisan, yang dikemudian hari dimerdekakan
oleh Zaid bin Tsabit, sekretaris Rasulullah Saw. yang sekaligus juru
tulis wahyu. Karena itulah, Yasar biasa dipanggil Yasar Maula Zaid bin
Tsabit. Sedangkan ibunya bernama Khairah, seorang budak wanita yg
dimerdekakan oleh Ummul Mukminin Ummu Salamah, isteri Rasulullah saw.
[25]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[26]
Nama lengkap beliau, ‘Abdul Qasim Junaid bin Muhammad bin Junaid
Al-Baghdadi. Beliau adalah seorang ahli tasawuf besar yang sampai
sekarang masyhur namanya dalam dunia Islam. Beliau belajar ilmu fiqih
daripada Abu Thur Al-Kalibi (murid Imam Syafi’i ). Beliau wafat pada tahun 298 H.
[27]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[28] Nama lengkap beliau adalah Ma’aruf al-Karkhiy Abu Mahfudz Al-Baghdadiy, beliau seorang ulama yang alim, zuhud, terkenal dengan dikalangan fukaha’ sebagai orang yang Fakih. Beliau wafat pada tahun 200 Hijriyah. Ayah beliau bernama Fairuz. Ada yang mengatakan bahwa ayah beliau beragama Shabi’ah, namun ada juga yang mengatakan ayahnya beragama Nasrani.
[29]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[30] Syekh ‘Afif ad-Din Abdullah ibn As’ad al Yafi’i al Yamani al Makki. Beliau wafat pada tahun 768 H.
[31]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 364, Toha Putra.
[32] Beliau adalah wali yang amat dikenali pada zamannya. Nama lengkap beliau adalah, Abu al-Hasan Sari ibn Mughlas as-Saqati. Beliau lahir di Baghdad dan wafat di sana pada tahun 253 H.
[33]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 365, Toha Putra.
[34]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 365, Toha Putra.
[35]As-Sayid Abi Bakr bin as-Sayid Muhammad Syatha, I’anatu ath-Thalibin, Juz. III, hal. 365, Toha Putra.
No comments:
Post a Comment
KIRIM PERTANYAAN